Minggu, 29 April 2012

Mesjid tertua di padang

ngsung ke: navigasi, cari
Koordinat: 0.95455°LS 100.36942°BT
Masjid Raya Ganting
Masjidrayaganting.jpg Masjid Raya Ganting
Letak Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Afiliasi agama Islam
Deskripsi arsitektur
Jenis arsitektur Masjid
Gaya arsitektur Neoklasik Eropa
Arah fasad Tenggara
Tahun selesai 1810
Spesifikasi
Menara 2
Masjid Raya Ganting sebelum memiliki dua menara sekitar tahun 1900-1923
Masjid Raya Ganting adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang terletak di Jalan Ganting No. 3, kelurahan Ganting, kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat.[1] Masjid ini didirikan pada tahun 1805 dan selesai pada tahun 1810, sehingga menjadi masjid tertua di kota Padang. Masjid Raya Ganting termasuk bangunan yang selamat dari hantaman gelombang tsunami akibat gempa bumi Sumatera pada tahun 1833.
Sejak abad ke-19, Masjid Raya Ganting mulai banyak dikunjungi beberapa pejabat tinggi negara, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Tercatat dari beberapa pejabat negara yang pernah berkunjung sekaligus melaksanakan salat di Masjid Raya Ganting antara lain Soekarno, Mohammad Hatta, Hamengkubuwana IX, Achmad Syaichu, Abdul Haris Nasution, dan beberapa tokoh lainnya. Pada tahun 1942, Soekarno pernah menginap di salah satu rumah yang ada di belakang masjid, bahkan memberikan pidato di masjid ini.
Saat ini, selain digunakan sebagai aktifitas ibadah umat Islam, masjid satu lantai ini juga digunakan sebagai sarana pendidikan agama dan pesantren kilat bagi pelajar. Bahkan telah menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di kota Padang. Di halaman masjid ini sebelumnya juga terdapat lembaga pendidikan Thawalib yang didirikan oleh Abdul Karim Amrullah pada tahun 1921.

Daftar isi

Pembangunan

Sebelumnya pada tahun 1790, letak masjid ini adalah di tepi Batang Arau, tepatnya di kaki Gunung Padang. Masjid dengan bentuk bangunan yang sangat sederhana ini dibuat dari bahan kayu dan atap yang dibuat dari rumbia. Masjid ini kemudian dihancurkan oleh pemerintah Hindia-Belanda akibat dari kebijakan pembuatan jalan ke pelabuhan Teluk Bayur. Tidak lama setelah itu, masjid ini kembali dibangun di lokasi yang sekarang yang berjarak sekitar 4 kilometer dari lokasi sebelumnya.[2] Pembangunan kembali tersebut diprakasai oleh tokoh masyarakat setempat, dimana pada tahun 1805 telah disepakati untuk mulai membangun masjid di tanah wakaf 7 suku yang diserahkan melalui Gubernur Jenderal Ragen Bakh, penguasa Hindia-Belanda di Sumatera Barat pada waktu itu. Dengan dukungan banyak pihak dan bantuan dari para saudagar dan ulama Minangkabau baik yang ada di Sumatera Barat maupun diluar Sumatera Barat, pada tahun 1810 pembangunan kembali Masjid Raya Ganting dapat diselesaikan.
Keberadaan masjid yang saat itu masih terlihat sederhana ini mendapat dukungan penuh dari salah seorang anggota Corps Genie Belanda berpangkat kapten yang menjabat sebagai Komandan Genie wilayah Gouvernement Sumatra's Westkust (wilayah yang meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli sekarang). Sehingga dilakukanlah pembuatan bagian depan (fasad) masjid yang mirip dengan benteng Spanyol. Selain itu, lantai masjid yang terbuat dari batu kali bersusun diplester tanah liat juga diganti dengan semen yang didatangkan dari Jerman. Kemudian pada tahun 1900, dimulailah pemasangan tegel dari Belanda yang dipesan melalui N.V. Jacobson van Berg. Pemasangan tegel tersebut ditangani oleh tukang yang ditunjuk langsung oleh pabrik dan selesai pada tahun 1910. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan menara pada bagian kiri dan kanan masjid yang selesai pada tahun 1967. Sebelum kedua menara itu selesai, pada tahun 1960 juga telah dilakukan pemasangan keramik pada 25 tiang ruang utama yang aslinya terbuat dari batu bata. Dinding di ruang utama juga dipasangi keramik, namun pada tahun 1995.

Sejarah

Dalam perjalanan sejarah Kota Padang, masjid ini turut memberikan andil. Selain lokasi pengembangan agama Islam di pulau Sumatera, juga pernah dijadikan lokasi Jambore Hizbul Wathan se-Indonesia pada tahun 1932. Kemudian menjadi tempat embarkasi haji pertama di Sumatera Tengah melalui pelabuhan Emmahaven (sekarang Teluk Bayur).[3]
Pada tahun 1918 seluruh ulama di Minangkabau mengadakan pertemuan di Masjid Raya Ganting untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melaksanakan pemurnian ajaran agama Islam dari pemahaman mistik dan khufarat. Selanjutnya pada tahun 1921, Abdul Karim Amrullah mendirikan sekolah Thawalib di dalam pekarangan masjid sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat kota Padang saat itu, dimana alumninya kemudian mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang merupakan cikal bakal Partai Masyumi.
Pada tahun 1942, Jepang mulai menduduki Indonesia, saat itu Soekarno yang ditahan Belanda di Bengkulu diungsikan ke Kutacane. Namun sesampainya di Painan, tentara Jepang sudah lebih dahulu menduduki Bukittinggi, sehingga Belanda merubah rencana semula dengan mengungsi ke Barus dan meninggalkan Sukarno di Painan. Selanjutnya oleh Hizbul Wathan yang saat itu bermarkas di Masjid Raya Ganting, menjemput Sukarno untuk dibawa ke Padang dengan menggunakan kendaraan pedati. Beberapa hari kemudian Sukarno dibawa ke Padang dan menginap di salah satu rumah pengurus Masjid Raya Ganting.
Selama pendudukan tentara Jepang di Sumatera Tengah, masjid ini menjadi tempat pembinaan prajurit Gyugun dan Hei Ho yang merupakan kesatuan tentara pribumi yang dibentuk oleh Jepang.

Arsitektur

Atap Masjid Raya Ganting
Arsitektur Masjid Raya Ganting merupakan perpaduan dari berbagai corak arsitektur sebab pengerjaannya melibatkan beragam etnik seperti Persia, Timur Tengah, Cina, dan Minangkabau.
Masjid Raya Ganting berdiri di atas lahan seluas 102 x 95,6 meter persegi. Masjid ini memiliki halaman yang cukup luas untuk menampung banyaknya jamaah yang melaksanakan Salat Ied di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Di sebelah selatan dan belakang masjid terdapat beberapa makam, salah satu makam yang ada di selatan masjid adalah makam Angku Syekh Haji Uma, salah satu pemrakasa pembangunan kembali Masjid Raya Ganting.
Bangunan masjid ini berbentuk persegi panjang yang simetris berukuran 42 x 39 meter. Bangunan terbagi atas serambi muka, serambi kanan, serambi kiri, dan ruang utama. Soko guru atau tiang utama masjid berjumlah 25 buah yang berbentuk segi enam dengan diameter 40 sampai 50 cm dan tinggi mencapai 4,2 meter. Tiang-tiang yang terbuat dari beton ini sama sekali tidak menggunakan tulang besi, sehinga banyak yang mulai retak akibat gempa.[4]
Tatanan atap masjid berupa atap susun berundak-undak sebanyak 5 tingkat. Ada celah di tiap bagian atap untuk pencahayaan. Tingkat pertama berbentuk segi empat. Sedangkan tingkat dua sampai empat berbentuk segi delapan. Tukang-tukang Cina sempat dikerahkan untuk mengerjakan atap kubah yang mirip bangunan atap Vihara Cina ini.

Referensi



Kerajaan-kerajaan Minangkabau ==
Menurut [[tambo Minangkabau]], pada periode abad ke-1 hingga abad ke-16, banyak berdiri kerajaan-kerajaan kecil di selingkaran Sumatera Barat. Kerajaan-kerajaan itu antara lain [[Kesultanan Kuntu]], [[Kerajaan Kandis]], [[Kerajaan Siguntur]], [[Kerajaan Pasumayan Koto Batu]], [[Kerajaan Bukit Batu Patah|Bukit Batu Patah]], [[Kerajaan Sungai Pagu]], [[Kerajaan Inderapura]], [[Kerajaan Jambu Lipo]], [[Kerajaan Taraguang]], [[Kerajaan Dusun Tuo]], [[Kerajaan Bungo Setangkai]], [[Kerajaan Talu]], [[Kerajaan Kinali]], [[Kerajaan Parit Batu]], [[Kerajaan Pulau Punjung]] dan [[Kerajaan Pagaruyung]]. Kerajaan-kerajaan ini tidak pernah berumur panjang, dan biasanya berada dibawah pengaruh kerajaan-kerajaan besar, Malayu dan Pagaruyung.

=== Kerajaan Malayu ===
{{utama|Kerajaan Dharmasraya}}

[[Kerajaan Melayu|Kerajaan Malayu]] diperkirakan pernah muncul pada tahun [[645]] yang diperkirakan terletak di hulu sungai [[Batang Hari]]. Berdasarkan [[Prasasti Kedukan Bukit]], kerajaan ini ditaklukan oleh [[Kerajaan Sriwijaya|Sriwijaya]] pada tahun [[682]]. Dan kemudian tahun [[1183]] muncul lagi berdasarkan [[Prasasti Grahi]] di [[Kamboja]], dan kemudian [[Negarakertagama]] dan [[Pararaton]] mencatat adanya Kerajaan Malayu yang beribukota di [[Dharmasraya]]. Sehingga muncullah [[Ekspedisi Pamalayu]] pada tahun 1275-1293 di bawah pimpinan [[Kebo Anabrang]] dari [[Kerajaan Singasari]]. Dan setelah penyerahan Arca Amonghapasa yang dipahatkan di [[Prasasti Padang Roco]], tim Ekpedisi Pamalayu kembali ke Jawa dengan membawa serta dua putri Raja Dharmasraya yaitu [[Dara Petak]] dan [[Dara Jingga]]. Dara Petak dinikahkan oleh [[Raden Wijaya]] raja [[Majapahit]] pewaris kerajaan Singasari, sedangkan [[Dara Jingga]] dengan [[Adwaya Brahman]]. Dari kedua putri ini lahirlah [[Jayanagara]], yang menjadi raja kedua Majapahit dan [[Adityawarman]] kemudian hari menjadi raja [[Pagaruyung]].

=== Kerajaan Pagaruyung ===
{{utama|Kerajaan Pagaruyung}}

Sejarah propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Adityawarman. Ra­ja ini cukup banyak meninggalkan [[prasasti]] mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Aditya­warman memang pernah memerintah di [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]], suatu negeri yang di­percayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.

Adityawarman adalah tokoh pen­ting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pe­merintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kon­tribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama [[Buddha]]. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Ter­bukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau [[Jawa]] seperti [[Saruaso]], [[Pa­riangan]], [[Padang Barhalo]], [[Candi, Sumatra Barat|Candi]], [[Bia­ro]], [[Sumpur]], dan [[Selo]].

Sejarah Sumatera Barat sepe­ninggal Adityawarman hingga perte­ngahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Su­matera Barat dengan dunia luar, ter­utama Aceh semakin intensif. Sumate­ra Barat waktu itu berada dalam dominasi politik [[Aceh]] yang juga memo­nopoli kegiatan perekonomian di dae­rah ini. Seiring dengan semakin inten­sifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah [[agama Islam]].

[[Syekh Burhanuddin]] dianggap sebagai pe­nyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan aga­ma Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.

=== Kerajaan Inderapura ===
{{utama|Kerajaan Inderapura}}

Jauh sebelum Kerajaan Pagaruyung berdiri, di bagian selatan Sumatera Barat sudah berdiri kerajaan Inderapura yang berpusat di Inderapura (kecamatan [[Pancung Soal, Pesisir Selatan]] sekarang ini) sekitar awal abad 12. Setelah munculnya Kerajaan Pagaruyung, Inderapura pun bersama [[Kerajaan Sungai Pagu]] akhirnya menjadi vazal kerajan Pagaruyung.

Setelah Indonesia merdeka sebagian besar wilayah Inderapura dimasukkan kedalam bagian wilayah provinsi Sumatera Barat dan sebagian ke wilayah Provinsi Bengkulu yaitu kabupaten Pesisir Selatan sekarang ini.

Petualangan Kapal SS Jesmond & penemuan Atlantis yang muncul dari dalam laut

Petualangan Kapal SS Jesmond & penemuan Atlantis yang muncul dari dalam laut

1.6.11

Tidak ada yang tahu dimana letak benua Atlantis yang sebenarnya. Benua misterius yang disinggung oleh Plato ini memang tenggelam karena gempa dan saat ini dipercaya berada di dasar laut. Namun, pada tahun 1882, sebuah kapal dagang bernama SS Jesmond menemukan sebuah pulau yang sepertinya baru saja muncul dari dasar laut. Pulau itu dipercaya merupakan sisa-sisa peradaban Atlantis karena artefak-artefak yang ditemukan di atasnya.

Menurut legenda, pada tanggal 1 Maret 1882, kapal dagang Inggris seberat 1495 ton bernama SS Jesmond yang mengangkut buah-buah kering sedang dalam pelayaran rutinnya melintasi Samudera Atlantik. Kapal ini berangkat dari Messina, Sisilia, dengan tujuan New Orleans. Seharusnya pelayaran ini hanya menjadi pelayaran rutin bagi para awak, termasuk sang kapten kapal, David Amory Robson.



Pada saat itu, mereka baru saja melewati selat Gibraltar dan berada sekitar 200 mil sebelah barat Madeira dan di sebelah selatan Azores, kurang lebih pada jarak yang sama.

Kemana pun mereka melemparkan pandangan, hanya samudera yang terlihat. Namun, tidak berapa lama kemudian, mereka melihat sesuatu yang lain di permukaan air.

Tidak seperti biasanya, hari itu lumpur tebal terlihat menutupi permukaan air. Bukan itu saja, kapten Robson juga melihat ikan-ikan mati yang diperkirakan berjumlah setengah juta ton tersebar di area seluas 7.500 mil persegi.

Robson mengira sesuatu sedang terjadi di dalam perairan, tetapi ia tidak bisa memastikannya.

Ia memerintahkan sang juru mudi untuk terus menjalankan kapal, melewati jutaan ikan-ikan mati dan lumpur yang tebal.

Keesokan paginya, sesuatu yang aneh terlihat. SS Jesmond, yang saat itu masih berlayar sesuai dengan arah yang telah ditentukan, menemukan sebuah pulau misterius terbentang di hadapannya. Kapten Robson menyadari kalau pulau ini mungkin baru saja muncul dari dalam laut. Ia sudah biasa melewati jalur ini dan tidak pernah melihatnya sebelumnya. Lagipula, petanya menunjukkan kalau wilayah ini tidak memiliki daratan sama sekali.

Pulau itu berukuran besar, sekitar 30 mil dari utara ke selatan. Di atas pulau tersebut, terlihat adanya sebuah gunung yang mengeluarkan asap.

Pada saat itu, Kapten Robson menerima berita dari stasiun pemantau di Azores dan Canary yang melaporkan adanya letusan kecil gunung api bawah laut. Sekarang Robson yakin kalau aktivitas gunung itu telah menyebabkan kematian jutaan ikan dan munculnya lumpur misterius di atas permukaan laut. Karena itu ia berpikir kalau kemunculan pulau misterius di hadapannya mungkin juga dikarenakan aktivitas gunung berapi itu.

Rasa ingin tahu Robson mulai bangkit. Lalu ia memimpin sebuah tim kecil untuk menyelidiki pulau itu.

Ketika ia menginjakkan kaki di pulau itu, ia menemukan kalau tempat itu didominasi oleh basalt hitam dan sedimen tanah yang terbentuk dengan baik. Di atasnya juga terlihat banyak ikan mati, sama seperti di perairan yang mereka jumpai sebelumnya. Permukaan pulau itu kosong, tidak terdapat tanaman ataupun pantai yang berpasir. Selain itu, banyak terdapat celah-celah alami yang mengeluarkan uap secara konstan.

Tidak berapa lama kemudian, tanpa sengaja seorang awak kapal menemukan sebuah benda yang setelah diperhatikan dengan teliti ternyata sebuah mata anak panah.

Sekarang mereka menjadi lebih antusias.

Lalu mereka mulai menggali secara acak dengan semangat hingga kembali menemukan sejumlah mata anak panah bersama dengan pisau-pisau kecil.

Robson segera kembali ke kapal dan mengambil peralatan yang lebih lengkap. Kali ini ia juga membawa 15 orang sukarelawan. Menjelang malam, mereka telah menemukan artefak-artefak lain yang sangat di luar dugaan.

Mereka menemukan sebuah patung wanita yang dipenuhi oleh lumut. Patung itu diukir pada satu sisi batu dan ukurannya sedikit lebih besar dibanding manusia pada umumnya. Lebih jauh ke tengah pulau, mereka menemukan dua buah dinding batu. Di dekatnya, mereka menemukan sebuah pedang yang terbuat dari logam berwarna kuning yang tidak diketahui jenisnya.

Mereka juga menemukan mata tombak, mata kapak, cincin-cincin logam dan keramik-keramik berbentuk burung dan hewan-hewan lain. Lalu, mereka juga menemukan dua buah toples tanah liat besar yang didalamnya berisi sisa-sisa tulang dengan tengkorak manusia. Yang cukup luar biasa adalah penemuan sebuah sarkofagus dengan mumi di dalamnya.

Robson menyadari kalau mereka telah menemukan sisa-sisa peradaban masa lampau. Dan ini cukup luar biasa karena pulau itu sepertinya baru muncul dari dalam laut.

Ia ingin terus melanjutkan pancarian, namun cuaca mulai tidak mendukung sehingga ia memutuskan untuk kembali ke kapal dengan membawa semua artefak yang ditemukannya. Namun, ia berniat untuk kembali lagi. Jadi ia menandai posisi pulau tersebut di catatannya, yaitu 31° 25′ N, 28° 40′ W.



Ia memerintahkan untuk mengangkat jangkar dan melanjutkan perjalanan. SS Jesmond tiba di New Orleans pada tanggal 31 Maret.

Setelah tiba di New Orleans, penemuan pulau dan artefak-artefak misterius tersebut mulai terdengar oleh media. Lalu, sebuah koran lokal memberitakannya hingga kemudian menyebar ke seluruh negara.

Wartawan dari harian New Orleans Times Picayune yang mewawancari Robson menulis kalau ia telah diperlihatkan artefak-artefak yang ditemukan dan tidak merasa kalau benda-benda itu palsu. Wartawan itu juga mengatakan kalau kapten Robson berniat menyumbangkan semua artefak tersebut kepada museum Inggris.

Namun, kemudian semuanya menjadi misteri.

Pada tanggal 19 Mei, Robson diketahui kembali ke Inggris tanpa membawa penemuannya.

Sejak itu pula, keberadaan artefak-artefak tersebut tidak diketahui lagi.

Pada tahun 1940, kantor perusahaan pengapalan yang menaungi SS Jesmond, yaitu Watts, Watts and Company di Inggris, mengalami pengeboman oleh pasukan Jerman sehingga catatan perjalanan kapal SS Jesmond ikut hancur bersamanya. Jadi, para peneliti yang kemudian mencoba untuk menyelidiki klaim Robson tidak bisa menemukan apa-apa lagi. Selain itu, juga tidak ditemukan adanya catatan donasi dari Robson kepada museum Inggris.

Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah kisah penemuan itu hanya rekayasa Robson?

Lawrence Hill yang pernah meneliti mengenai misteri ini cukup percaya dengan kisah Robson. Ia punya teori mengapa artefak tersebut tidak pernah terlihat lagi.

Menurutnya, nama logam kuning pada pedang yang ditemukan oleh Robson adalah Tumbaga, yaitu logam campuran yang terdiri dari 80% emas dan 20% tembaga. Logam jenis ini disebut Plato sebagai Orichalum yang menurutnya banyak terdapat di Atlantis. Hill juga menyebutkan kalau Robson telah melebur pedang tersebut untuk mengambil emasnya. Ada kemungkinan kalau Robson telah mengurungkan niatnya untuk menyumbangkan penemuannya tersebut. Karena itu artefak-artefak tersebut tidak dapat ditemukan kembali.

Selain itu, pulau misterius yang dilihat oleh Kapten Robson sepertinya juga dilihat oleh Kapten James Newdick, kapten kapal The Westbourne. Saat itu, Kapten Newdick sedang berlayar dari Marseilles menuju New York. Namun, ia mencatat posisi pulau tersebut pada 5º 30′ N, 24º W, tidak terlalu jauh dari lokasi sebelumnya. Ini mengindikasikan kalau pulau itu mengapung atau memang ada dua pulau berbeda yang baru muncul dari dalam laut.

Lalu, peneguhan yang lain datang dari para awak kapal lain yang kurang lebih pada waktu yang sama berlayar melewati wilayah itu. Mereka juga melihat ikan-ikan mati di atas lautan. Kesaksian mereka mengenai ikan-ikan mati itu juga diberitakan di harian-harian lokal.

Jadi, ada beberapa aspek dari kesaksian Robson yang bisa dikonfirmasi.

Mengenai munculnya sebuah pulau dari dalam laut, itu pun bukan sesuatu yang aneh. Peristiwa geologi semacam ini sesungguhnya telah terobservasi beberapa kali. Misalnya, belum lama ini, sebuah pulau tiba-tiba muncul dari dalam laut di lepas pantai Pakistan. Para nelayan setempat melaporkan peristiwa ini pada tanggal 26 November 2010.

Di bawah ini adalah foto-foto satelit dari earthobservatory.nasa.gov yang menunjukkan sebelum dan sesudah kemunculan pulau tersebut.





Di bawah ini adalah screenshot dari permukaan pulau yang diambil oleh para nelayan Pakistan yang sempat mampir ke pulau tersebut.



Menurut NASA, pulau semacam ini memang biasa muncul dan kemudian segera menghilang karena tertelan ombak.

Jadi, kesaksian Kapten Robson mengenai perjumpaannya dengan pulau yang muncul dari dalam laut juga bukan sesuatu yang mustahil. Namun, apakah benar dia telah menemukan sisa-sisa peradaban manusia di dalamnya? Soal ini memang tidak bisa dikonfirmasi oleh bukti lain selain kesaksian Robson dan wartawan yang mewawancarainya.

Klaim mengenai Atlantis sendiri datang dari Plato dalam bukunya Timaeus dan Critias.



Jika Atlantis benar-benar ada dan bukan hanya karangan Plato, maka lokasi yang paling mungkin memang tempat dimana SS Jesmond melihat pulau misterius tersebut. Menurut Plato, Atlantis terletak di seberang Pilar-Pilar Herkules yang merupakan sebutan kuno untuk Selat Gibraltar.

Jika pulau yang dilihat Robson memang bagian dari peradaban Atlantis, mungkinkah suatu hari ia kembali muncul dan menjawab seluruh keraguan kita?


sumber: http://xfile-enigma.blogspot.com/2011/05/petualangan-kapal-ss-jesmond-dan.html

Sabtu, 28 April 2012

Sawi dan Brokoli Ampuh Kurangi Resiko Kanker Payudara

Sawi dan Brokoli Ampuh Kurangi Resiko Kanker Payudara

7.4.12

http://adiagro.files.wordpress.com/2011/05/009_b.jpg



Sayuran kaya akan vitamin dan serat. Kandungan seratnya baik untuk pencernaan. Sawi, brokoli, bokchoy merupakan jenis sayuran hijau yang baik untuk wanita. Karena sayuran hijau ampuh menumpas sel kanker payudara.

Menurut sebuah penelitian si Amerika Serikat yang dipublikasikan Selasa (3/4), sawi, brokoli dan sayuran hijau lainnya bisa mengurangi resiko kanker payudara. Wanita di China yang makan kol, brokoli dan sayuran hijau sistem kekebalan tubuhnya makin meningkat setelah sembuh dari kanker payudara.

Penyataan tersebut dihasilkan dari studi yang melibatkan 4.886 wanita penderita kanker payudara di China berusia 20-75 tahun. Sebanyak 20-70% penderita kanker stadium 1sampai 4 di tahun 2002 hingga 2006. Saat penelitian responden diperingatkan untuk makan sayuran hijau lebih banyak selama 36 bulan.

http://i01.i.aliimg.com/photo/v0/106762035/sawi_jepun_xia_bai_cai_sawi_bunga.jpg



Hasilnya, mereka yang didiagnosa akan meninggal dunia justru penyakitnya semakin membaik dan resiko kematian menurun hingga 62 persen. Sedangkan responden yang lebih sedikit makan sayur hanya menurunkan resikonya sebanyak 27 persen.

“Meningkatkan asupan sayuran hijau bisa menjadi pilihan makanan yang tepat. Makanan tersebut bisa membantu tetap sehat dan mengurangir resiko kanker payudara,” ujar Sarah Nechuta, seorang peneliti postdoctoral di Universitas Vanderbilt di Nashville, Tennessee.


Umumnya sayuran yang dikonsumsi di China adalah lobak, kubis, dan bok choy. Sedangkan sayuran hijau seperti brokoli dan bayam lebih sering dikonsumsi di Amerika Serikat dan negara Barat lainnya. Namun, konsumsi sayuran pada wanita di China jauh lebih tinggi dibandingkan wanita di Amerika.

“Pada penelitian selanjutnya harus lebih fokus pada senyawa bioaktif yang terkandung di dalam sayuran, seperti isothuocyanate dan indoles yang mungkin memberikan efek pada penyakit kanker,” tambah Nechuta

sumber :http://food.detik.com/read/2012/04/06/092912/1886453/900/sawi-dan-brokoli-ampuh-kurangi-resiko-kanker-payudara?991104topnews

Kamis, 26 April 2012

INSTALASI WINDOWS

Pada jaman sekarang ini banyak bermunculan alat elektronik yang lebih baru dan canggih, terutama computer sudah sangat memasyarakat, banyak gedung-gedung perkantoran yang system oprasi, manajemen keuangannya, data-data para pegawainya dan lainnya menggunakan sebuah computer, bahkan banyak orang yang memiliki computer pribadi dirumah mereka, banyak juga orang yang mengerti cara kerja program sebuah computer seperti Microsoft office dan program lainya yang ada pada sebuah computer, tetapi sangat banyak orang yang bisa computer tapi mereka tidak bisa instalasi windowsnya, mungkin mereka anggap itu tidak begitu penting karena pengaplikasiannya kurang di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, padahal itu sangat penting jika terjadi suatu kerusakan yang tidak di inginkan seperti windowsnya rusak maka kita sudah bisa mengatasinya sendiri. Cara-cara penginstalannya adalah sedagai berikut :


1. Pertama-tama kita masuk system biosnya, dengan cara tekan delet or f2 pada saat running mainboardnya (tiap komputer berbeda).


2. Kemudian pilih advanced bios features (untuk bios phoenic) terus pilih pada
• First boot device menjadi CDROM
• Second boot device menjadi Hard Disk
• Third boot device menjadi disabled
Setelah setingan di rubah, tekan ESC kemudian save dan keluar bios dengan cara tekan f10.
3. Tunggu beberapa saat pada saat pembacaan Hard Disk muncul tulisan “Boot From CD” pada saat muncul tulisan tersebut tekan tombol apasaja.


4. Setelah running CD akan muncul beberapa perintah
ENTER = Continue
R = Repair
F3 = Quit
Anda tekan ENTER untuk melanjutkan ke sesi selanjutnya.

Solusi komputer dan laptop bermasalah

Komputer atau laptop anda bermasalah???sering hang, crash, restart sendiri, dll bahkan tidak hidup sama sekali???
Ada dua kemungkinan bagian yang rusak,,,kalau tidak software berarti hardware yang bermasalah...

Berikut beberapa solusi yang bisa anda gunakan

Masalah pada Software
Masalah pada sistem operasi/software:
1. sering muncul error
2. komputer restart sendiri
3. start up/booting windows tidak jalan
4. komputer sering hang
5. kena virus komputer
6. ada aplikasi yang tidak bisa diinstall atau dijalankan

Masalah pada hardware


1. Pada RAM/Memory :


- Akses sistem komputer lambat atau bahkan lemot
- Sering hang
- Suka restart sendiri
- klo udah parah, komputer gk bs booting

2. Pada prosesor :


- Sering hang atau bahkan crash
- komputer gk bisa dihidupkan sama sekali

3. VGA :


- Tampilan layar di monitor tidak ada
- Jika tampil di monitor maka layar terlihat kabur berkedip

4. Harddisk :


- Windows gk bisa jlan
- sering hang
- data suka terhapus sendiri

5. Mouse : kursor gk bisa jalan

6. Keyboard : gk bisa ngetik tp komputer tetap jalan

7. Sound Card : Suara gk muncul/kecil/dan noise

Jumat, 20 April 2012


de5d517fb4f305961f94b3e17d8122e5_minang-saisuak-rumah-bola-e28098de-eendrachte28099-di-padang
Jika kita bicara mengenai budaya kolonial di Hindia Belanda zaman lampau, maka rasanya tidak lengkap jika kita tidak membicarakan rumah bola. Rumah bola, yang dalam Bahasa Belanda disebut sociëteit atau lodge (sociëteit sebenarnya lebih tinggi tarafnya) adalah tempat pertemuan para pegawai tinggi Belanda atau orang-orang yang berpengaruh dalam pemerintahan. Kadang-kadang orang-orang pribumi yang mamacik, baik secara politik maupun ekonomi, juga boleh datang ke rumah bola.
Istilah ‘rumah bola’ sendiri jelas diberikan oleh orang pribumi karena di sociëteit biasanya selalu ada meja bilyar (bola sodok) untuk permainan. Tapi fungsi rumah bola lebih dari sekedar tempat bermain bilyar; fungsinya yang sebenarnya adalah sebagai tempat pertemuan orang-orang yang berpengaruh secara politik dan ekonomi (club) di sebuah kota. Di rumah bola sering pula diadakan pertunjukan musik Eropa (musik pribumi hampir tak pernah) dan pertemuan-pertemuan penting para anggota kelas penguasa dan pebisnis. Dengan kata lain, rumah bola adalah tempat kongkow-kongkow kaum the havedari kelas menengah ke atas.
Rumah bola (sociëteit) adalah salah satu unsur penting dalam budaya urban di Hindia Belanda zaman lampau. Padang, Padang Panjang, dan Fort De Kock (Bukittinggi) sebagai kota-kota penting di Sumatra’s Westkust mempunyai rumah bola sebagai tempat bertemu para petinggi dan pebisnis. Di Padang ada Sociëteit Matahari dan Sociëteit De Eendracht.  Di Padang Panjang ada Sociëteit Harmonie. Sedangkan di Fort de Kock ada Sociëteit Belvédère.
Rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini menurunkan foto Sociëteit De Eendracht di Padang Foto ukuran 9 x 13 cm. ini dibuat tahun 1890. Tidak diketahui siapa mat kodaknya, tapi foto ini berasal dari koleksi J.A. Meessen yang sekarang tersimpan di KITLV Leiden, Belanda. Ada beberapa foto lain dari rumah bola ini yang menunjukkan bentuk bangunan yang berbeda. Barangkali sociëteit ini sudah pindah bangunan pada tahun-tahun sesudahnya. Setidaknya sampai akhir 1930-an Rumah Bola Eendracht masih eksis di Padang.
Sekarang tradisi rumah bola sudah tinggal kenangan. Kalau mau main bilyar pergi ke kafe. Tapi di negeri kita ini kafe sering mempunyai stigma negatif. Tak tahu entah kenapa. Padahal di negeri asalnya (Eropa), kafe ibarat lepau kopi saja, tempat orang duduk-duduk minum kopi atau anggur sambil maota ka niak ka niin.
Suryadi – Leiden, Belanda. (Sumber foto: KITLV Leiden).
Singgalang, Minggu, 4 Maret 2012

881e732b9ff78d4ff24ff1175e6247dc_minang-saisuak-hotel-talang-di-solok

Solok merupakan salah satu daerah yang sudah sejak dulu menarik banyak orang luar. Salah seorang di antaranya adalah Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Inggris di Bengkulu dan Jawa, yang mengnjungi daerah Solok dalam perjalanan menuju Pagaruyung pada bulan Juli 1818. Banyak hal yang dicatat oleh Raffles mengenai daerah ini dan penduduknya. Yang cukup lucu di antaranya adalah sifat perempuannya yang sedikit agak mantiak dan tidak takut kepada orang asing. Demikianlah umpamanya ketika Raffles hendak mandi di sebuah sungai di belakang pasar Solok, sejumlah perempuan ingin pula ikut, sehingga membuat si bule itu kelabakan. “Niat saya untuk mandi tidak lagi menjadi rahasia karena perempuan-perempuan desa langsung bergerombol mengelilingi saya dan bersikeras menemui saya hingga ke tempat mandi. Sebesar apa pun keingintahuan mereka, dengan segala kerendahan hati saya tidak sanggup menyanggupi permintaan itu, dan saya bersedia mengecewakan mereka dan diri saya sendiri…”, demikian tulis Raffles kepada pendukungnya Duchess of Somerset (lih.: Anthony Reid, Sumatra Tempo Doeloe, 2010:201).

Rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini menyajikan foto klasik Hotel Talang di Solok, salah satu hotel tertua di kota ini. Keberadaan hotel ini menunjukkan bahwa Solok juga sudah lama menjadi daerah tujuan wisata di dataran tinggi Minangkabau. Foto ini dibuat sekitar 1900 dan merupakan salah satu foto dalam album yang berjudul ‘Souvenir de Voyage West-Sumatra en West-Java’. Foto ukuran 17×23 cm. ini semula dimiliki oleh B.N. Teensma sebelum disimpan di KITLV Leiden tahun 1965.

Dalam foto ini kelihatan satu keluarga Eropa yang sedang menginap di Hotel Talang. Tidak disebutkan nama kepala keluarga ini, tapi sangat mungkin mereka adalah bagian dari pegawai kolonial yang berpangkat cukup tinggi. Mungkin mereka datang dari Padang atau dari luar Sumatra Barat. Lihatlah model pakaian Eropa pada waktu itu. Pakaian para wanitanya masih merefleksikan Zaman Victoria: gaun panjang yang malepai tanah. Di latar belakang terlihat Hotel Talang yang sudah memakai atap genteng dan di terasnya tampak dua orang jongos pribumi.

Foto ini memprensentasikan sekelumit sejarah pariwisata di Solok. Mungkin bagus juga jika foto ini direproduksi dan dipajang di lobby hotel-hotel besar yang ada di Solok sekarang (dan tentu saja di Kantor Dina Pariwisata Solok), sehingga para tamu mendapat kesan bahwa Solok adalah kota wisata sejak dulu, dan oleh karenanya perlu untuk dikunjungi.

Suryadi–Leiden, Belanda. (Sumber foto: KITLV Leiden).

Singgalang, Minggu, 8 April 2012


minang-saisuak-tuanku-laras-rao-rao
Kali ini rubrik ‘Minang Saisuak’ menurunkan lagi foto seorang Tuanku Laras (TuankuLareh), jabatan administratif bentukan Belanda yang belum banyak dikaji oleh para sejarawan yang meneliti sejarah Minangkabau.
‘Si Kadjo Inan galar Permato Lelo’, demikian nama lengkap dan gelar orang tua yang cukup gagah ini (kata ‘Kadjo’ [Kaya] tampaknya harus dibaca ‘Kayo’, bukan ‘Ka[ra]jo’). Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, riwayat hidupnya adalah sebagai berikut: Si Kayo lahir sekitar tahun 1881. Belum diketahui dari negeri mana ia berasal, tapi sangat mungkin dari Rao-Rao sendiri (sekarang masuk wilayah Kabupaten Tanah Datar). Tampaknya si Kayo telah mendapat pendidikan sekolah Eropa waktu kecil.
“Pada 27 November 1860 ia diangkat djadi Docter Djawa, serta mendjalankan pekerdjaanvaccinateur (menteri cacar) sedjak boelan Februari 1862. Negeri-negeri tempat ia melakoekan dienstnja [tugasnya], ialah: Menindjau, Fort de Kock [Bukittinggi], Solok, Soepajang dan Fort van de Capellen [Batusangkar]. Dalam boelan October 1870 ia ditempatkan kedoea kalinja di-Fort de Kock. Gadjinya bertoeroet-toeroet ƒ10.–ƒ 20.–ƒ 25.–. Dalam tahoen 1870 ia moelai dapat [gaji] ƒ 30.– dan dalam 1872 ƒ 35.–. Dan dalam tahoen 1877 ƒ 40.– seboelan, sesoedahnja 16 tahoen dalam dienst” (Bintang Hindia Thn 4, No. 14, 1 Nov. 1906:174). Kutipan ini memberikan gambaran tentang besarnya gaji dokter Jawa di zaman kolonial.
Si Kayo mulai menjabat sebagai Tuanku Laras (larashoofd) Rao-Rao pada 1877 dengan gaji ƒ 80 sebulan. Ia terbilang pintar dan sangat mahir menunggang kuda. Kesehatannya juga sangat prima. Diceritakan bahwa walau sudah tua dengan uban yang sudah memutih di kepala, si Kayo tetap gesit dan rajin melakukan tugas-tugasnya. Banyak pujian dari Pemerintah Kolonial Belanda dialamatkan kepadanya. Tentu saja, karena sebagai bagian dari rantai administrasi kolonial yang ingin menguasai Minangkabau sampai ke tingkatnagari, Si Kayo dinilai berhasil menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Pada 14 Juni 1877 Pemerintah Kolonial Belanda menganugerahinya bintang perunggu.
Si Kayo adalah salah seorang yang banyak membantu J.W. Ijzeerman dalam penelitiannya di daerah Kuantan dan Siak tahun 1890. Ijzeerman adalah insinyur Belanda yang mencoba merintis pembuatan jalan kereta api dari pedalaman Minangkabau, khususnya dari Sawahlunto, ke arah pantai timur Sumatra. Atas bantuannya itu, Pemerintah Kolonial, berdasarkan besluit no. 17 tertanggal 17 Oktober 1891, menganugerahi Si Kayo lagi penghargaan berupa bintang perak (seperti dapat dilihat dalam foto di atas).
Pada tahun 1906, ketika foto ini dibuat, Si Kayo Inan Gala Parmato Lelo sudah berusia 65 tahun dan sudah 46 tahun berdinas dalam administrasi kolonial Belanda. Belum didapat keterangan kapan ia meninggal.
Kisah hidup Si Kayo merefleksikan peran unik dan kompleks Tuanku Laras di zaman Belanda. Sampai batas tertentu tampaknya mereka juga mengadopsi sedikit cara-cara hidup orang Eropa (lihat misalnya model pakaiannya), tapi di sisi lain mereka adalah datuk-datuk yang yang mempraktekkan adat Minangkabau dalam kehidupannya. Konon pula banyak Tuanku Laras yang punya ‘anak jawi’. Saya bermohon kepada para sejarawan kita, cobalah teliti lebih dalam tentang segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan Tuanku Laras di Minangkabau. Pasti menarik, walau kadang-kadang ‘menepuk air di dulang’.
Suryadi – Leiden, Belanda. (Sumber foto: Bintang Hindia, No. 14. Tahoen Keempat, 1 November 1906:174).
Singgalang, Minggu, 9 Oktober 2011