de5d517fb4f305961f94b3e17d8122e5_minang-saisuak-rumah-bola-e28098de-eendrachte28099-di-padang
Jika kita bicara mengenai budaya kolonial di Hindia Belanda zaman lampau, maka rasanya tidak lengkap jika kita tidak membicarakan rumah bola. Rumah bola, yang dalam Bahasa Belanda disebut sociëteit atau lodge (sociëteit sebenarnya lebih tinggi tarafnya) adalah tempat pertemuan para pegawai tinggi Belanda atau orang-orang yang berpengaruh dalam pemerintahan. Kadang-kadang orang-orang pribumi yang mamacik, baik secara politik maupun ekonomi, juga boleh datang ke rumah bola.
Istilah ‘rumah bola’ sendiri jelas diberikan oleh orang pribumi karena di sociëteit biasanya selalu ada meja bilyar (bola sodok) untuk permainan. Tapi fungsi rumah bola lebih dari sekedar tempat bermain bilyar; fungsinya yang sebenarnya adalah sebagai tempat pertemuan orang-orang yang berpengaruh secara politik dan ekonomi (club) di sebuah kota. Di rumah bola sering pula diadakan pertunjukan musik Eropa (musik pribumi hampir tak pernah) dan pertemuan-pertemuan penting para anggota kelas penguasa dan pebisnis. Dengan kata lain, rumah bola adalah tempat kongkow-kongkow kaum the havedari kelas menengah ke atas.
Rumah bola (sociëteit) adalah salah satu unsur penting dalam budaya urban di Hindia Belanda zaman lampau. Padang, Padang Panjang, dan Fort De Kock (Bukittinggi) sebagai kota-kota penting di Sumatra’s Westkust mempunyai rumah bola sebagai tempat bertemu para petinggi dan pebisnis. Di Padang ada Sociëteit Matahari dan Sociëteit De Eendracht.  Di Padang Panjang ada Sociëteit Harmonie. Sedangkan di Fort de Kock ada Sociëteit Belvédère.
Rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini menurunkan foto Sociëteit De Eendracht di Padang Foto ukuran 9 x 13 cm. ini dibuat tahun 1890. Tidak diketahui siapa mat kodaknya, tapi foto ini berasal dari koleksi J.A. Meessen yang sekarang tersimpan di KITLV Leiden, Belanda. Ada beberapa foto lain dari rumah bola ini yang menunjukkan bentuk bangunan yang berbeda. Barangkali sociëteit ini sudah pindah bangunan pada tahun-tahun sesudahnya. Setidaknya sampai akhir 1930-an Rumah Bola Eendracht masih eksis di Padang.
Sekarang tradisi rumah bola sudah tinggal kenangan. Kalau mau main bilyar pergi ke kafe. Tapi di negeri kita ini kafe sering mempunyai stigma negatif. Tak tahu entah kenapa. Padahal di negeri asalnya (Eropa), kafe ibarat lepau kopi saja, tempat orang duduk-duduk minum kopi atau anggur sambil maota ka niak ka niin.
Suryadi – Leiden, Belanda. (Sumber foto: KITLV Leiden).
Singgalang, Minggu, 4 Maret 2012